Saturday 2 January 2016

Referat Malaria






    BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di seluruh dunia, terutama Negara-negara beriklim tropis dan subtropis. Setiap tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian terutama di negara-negara benua Afrika.1,2,3
Upaya penanggulangan di Indonesia telah sejak lama dilaksanakan, namun daerah endemis malaria bertambah luas, bahkan menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga  (SKRT) tahun 2001, terdapat 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya. Dari 295 kabupaten/kota yang ada di Indonesia, 167 kabupaten/kota merupakan wilayah endemis malaria.3
Beberapa upaya dilakukan untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat malaria, yaitu melalui program pemberantasan malaria yang kegiatannya antara lain meliputi diagnosis dini, pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor yang kesemuanya ditujukan untuk memutuskan rantai penularan malaria.3

 
B.     Pembatasan Masalah
Referat ini hanya membahas definisi, epidemiologi, etiologi, siklus hidup Plasmodium, patogenesis, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis penyakit malaria.

C.    Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk :
1.      Memahami definisi epidemiologi, etiologi, siklus hidup Plasmodium, patogenesis, gambaran klinis, diagnosis, penatalaksanaan dan prognosis penyakit malaria.
2.      Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3.      Memenuhi salah satu tugas stase Ilmu penyakit Dalam di RSUD Tugurejo Semarang.

D.    Metode Penulisan
Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu kepada beberapa literatur.
 


BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
MALARIA

A. Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dengan manifestasi klinis berupa demam, anemia dan pembesaran limpa. Sedangkan meurut ahli lain malaria merupakan suatu penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebakan oleh infeksi Plasmodium yang menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual dalam darah, dengan gejala demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.4

B. Epidemiologi
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah5,6:
1.      Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS) cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2.      Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan manifestasi utama pada wanita.
3.      Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu mengancurkan Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi perkembangannya.
C. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax, Plasmodium falciparum, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.6,7
Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariae  merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau  malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalam organ-organ tubuh.3,7
D. Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.7
1. Silkus Pada Manusia
Pada waktu nyamuk anopheles  infektif mengisap darah manusia, sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000 merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).3,7
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus inilah yang disebut dengan siklus eritrositer.Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.3,7
2. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina
Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan ke manusia.3,7       
Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan  mulai dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan mikroskopik.3,7
Gambar 1: siklus hidup dan infeksi Plasmodium:4


 



 

E. Patogenesis Malaria
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.6
Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.6
Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.8
Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparumpada reseptor di bagian endotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksi sehingga terbentuk roset.4
Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang tidak terinfeksi.4,8
Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
1. Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.9
2. Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.9
3. Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.9
F. Patologi Malaria
Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan proses patologi dari penyakit malaria. Proses terjadinya patologi malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan dan nekrosis di sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, sehingga terjadi sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi.4,10
G. Manifestasi Klinis
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi (misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodic, anemia dan splenomegali.4,8,10,11
Manifestasi umum malaria adalah sebagai berikut:
1.      Masa inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya transfuse darah yang mengandung stadium aseksual).4,12
2.      Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum  terjadinya demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.12
3.      Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan:
§  Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.4,11,`2
§  Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih, penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala, nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.4,11,12
§  Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.4,12
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak, nyeri dan hiperemis.4,12
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum. pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:4,12
1.      Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2.      Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung parasit >10.000/µl.
3.      Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau <12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan kreatinin >3mg%.
4.      Edema paru.
5.      Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6.      Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.
7.      Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8.      Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada hipertermis.
9.      Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10.  Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan karena obat antimalaria pada kekurangan Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
11.  Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler jaringan otak.
H. Diagnosis
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Diagnosis pasti  infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.
1.      Anamnesis
§  Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-pegal.
§  Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang lalu ke daerah endemik malaria.
§  Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
§  Riwayat sakit malaria.
§  Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
§  Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan di bawah ini:
§  Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat.
§  Keadaan umum yang lemah.
§  Kejang-kejang.
§  Panas sangat tinggi.
§  Mata dan tubuh kuning.
§  Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna.
§  Nafas cepat (sesak napas).
§  Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum.
§  Warna air seni seperti the pekat dan dapat sampai kehitaman.
§  Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada.
§  Telapak tangan sangat pucat.
2.      Pemeriksaan Fisik
§  Demam (≥37,5oC)
§  Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
§  Pembesaran limpa
§  Pembesaran hati
Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:
§  Temperature rectal ≥40oC.
§  Nadi capat dan lemah.
§  Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50 mmHg pada anak-anak.
§  Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40 kali permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak dibawah 1 tahun.
§  Penurunan kesadaran.
§  Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, hematom.
§  Tanda-tanda dehidrasi.
§  Tanda-tanda anemia berat.
§  Sklera mata kuning.
§  Pembesaran limpa dan atau hepar.
§  Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
§  Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.
3.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam darah tepi13. Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan:
§  Ada/tidaknya parasit malaria.
§  Spesies dan stadium Plasmodium
§  Kepadatan parasit
-  Semi kuantitatif:
(-)        : tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB
(+)       : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++)     : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++)   : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++): ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
- Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan darah tebal atau sediaan darah tipis.
b.      Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam bentuk dipstik.
c.       Tes serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.


Gambar 2: bentuk hapusan darah tepi Plasmodium5



    I. Pengobatan Malaria
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat sebaiknya berdasarkan berat badan.
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM) kombinasi. Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah penggunaan dua atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi. Tujuan terapi kombinasi ini adalah untuk pengobatan yang lebih baik dan mencegah terjadinya resistensi Plasmodium terhadap obat anti malaria.
Pengobatan kombinasi malaria harus:
a. aman dan toleran untuk semua umur;
b. efektif dan cepat kerjanya;
c. resisten dan/atau resistensi silang belum terjadi; dan
d. harga murah dan terjangkau.
Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu:
1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP).1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per – oral selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut:
Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB
2. Artesunat - Amodiakuin
Kemasan artesunat – amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mgdan 4 tablet amodiakuin 150 mg.
A. Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.
1. Pengobatan Malaria falsiparum dan Malaria vivaks
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan DHP ditambah primakuin. Dosis DHP untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:
a. Lini Pertama
DHP + Primakuin
Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan DHP dan Primakuin

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 – 4 mg/kgBB
Piperakuin = 16 – 32 mg/kgBB
Primakuin = 0,75mg/kgBB(P. falciparum untuk hari I)
Primakuin = 0,25 mg/kgBB(P. vivax selama 14 hari)
Keterangan :
Sebaiknya dosis pemberian DHP + PPQ berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 3
3. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum, maka diberikan DHPdengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
Alternatif pengobatan lainnya tercantum pada tabel berikut :
Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin
 Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan dengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

 Dosis obat : Amodiakuin basa = 10mg/kgBB dan Artesunat = 4mg/kgBB
Primakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk hari I)
Primakuin = 0,25 mg/kgBB(P. vivax selama 14 hari)
b. Lini Kedua untuk Malaria falsiparum
Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin
Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Tabel 5. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (dengan obat kombinasi Kina dan Doksisiklin)
 Tabel dosis Doksisiklin
 Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari)
Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari(> 15 tahun)
Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari(8-14 tahun)
Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (dengan obat kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Tabel dosis Tetrasiklin

Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari. Tidak diberikan pada anak umur <8 tahun
Oleh karena Doksisiklin dan Tetrasiklin tidak dapat diberikan pada ibu hamil maka sebagai penggantinya dapat di pakai Klindamisin yang tersedia di Puskesmas.
Tabel 7. Dosis Klindamisin 
* Dosis anak-anak 10 mg/kg bb/kali diberikan 2 x sehari Perkapsul Klindamisin basa ~150 mg dan 300 mg
c. Lini Kedua untuk Malaria Vivaks
Kina + Primakuin
Kombinasi ini digunakan untuk pengobatan maalria vivaks yang tidak respon terhadap pengobatan ACT.
Tabel 8. Pengobatan Lini Kedua Malaria Vivaks

d. Pengobatan malaria vivaks yang relaps
Dugaan Relaps pada malaria vivaks adalah apabila pemberian primakuin dosis 0,25 mg/kgBB/hari sudah diminum selama 14 hari dan penderita sakit kembali dengan parasit positif dalam kurun waktu 3 minggu sampai 3 bulan setelah pengobatan.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan lagi regimen ACT yang sama tetapi dosis primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari. Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit dan dikonsultasikan kepada dokter ahli.
2. Pengobatan Malaria ovale
a. Lini Pertama untuk Malaria ovale
Pengobatan Malaria ovale saat ini menggunakan Artemisinin Combination Therapy (ACT), yaitu Dihydroartemisinin Piperakuin (DHP) atau Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.
b. Lini Kedua untuk Malaria ovale
Pengobatan lini kedua untuk malaria ovale sama dengan untuk malaria vivaks.
3. Pengobatan Malaria malariae
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali per hari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin
 4. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivaks/P. ovale dengan ACT. Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.
Tabel 9. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale dengan DHP
 Alternatif pengobatan lainnya tercantum pada tabel berikut :
Tabel 10. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. Ovale dengan Artesunat + Amodiakuin
 Artesunat = 4 mg/kgBB dan Amodiakuin basa = 10 mg/kgBB
5. Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. malariae
Infeksi campur antara P. falcifarum dengan P. malariae diberikan regimen ACT selama 3 hari dan Primakuin pada hari I.
Gambar 3. Penatalaksanaan Kasus Malaria Tanpa Komplikasi
Keterangan:
Untuk prophylaksis gunakan Doxycyclin 1 kapsul/hari, diminum 2 hari sebelum sampai dengan 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis.
B. Pengobatan Malaria pada Ibu Hamil
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan
pada orang dewasa lainnya. Perbedaannya adalah pada pemberian obat
malaria berdasarkan umur kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan
Primakuin.
Tabel 11. Pengobatan Malaria falcifarum pada Ibu Hamil
 
Tabel 12. Pengobatan Malaria vivaks pada Ibu Hamil
 Dosis klindamisin 10 mg/kgBB diberikan 2 x sehari
Sebagai kelompok yang berisiko tinggi pada ibu hamil dilakukan penapisan/ skrining terhadap malaria yang dilakukan sebaiknya sedini mungkin atau begitu ibu tahu bahwa dirinya hamil. Pada fasilitas kesehatan, skrining ibu hamil dilakukan pada kunjungannya pertama sekali ke tenaga kesehatan/ fasilitas kesehatan. Selanjutnya pada ibu hamil juga dianjurkan menggunakan kelambu berinsektisida setiap tidur.
 
Gambar 4. Penemuan Dan Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil



C. Penatalaksanaan Malaria Berat
Malaria berat adalah : ditemukannya Plasmodium falciparum stadiumaseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium (WHO, 2010) :
1. Perubahan kesadaran
2. Kelemahan otot (tak bisa duduk/ berjalan)
3. Tidak bisa makan dan minum
4. Kejang berulang-lebih dari dua episode dalam 24 jam
5. Distres pernafasan
6. Gagal sirkulasi atau syok: tekanan sistolik <70 mm Hg (pada anak: <50
mmHg)
7. Ikterus disertai disfungsi organ vital
8. Hemoglobinuria
9. Perdarahan spontan abnormal
10. Edema paru (radiologi)
Gambaran laboratorium :
1. Hipoglikemi (gula darah <40 mg%)
2. Asidosis metabolik (bikarbonat plasma <15 mmol/L).
3. Anemia berat (Hb <5 gr% atau hematokrit <15%)
4. Hiperparasitemia (parasit >2 % per 100.000/μL di daerah endemis rendah
atau > 5% per 100.0000/μl di daerah endemis tinggi)
5. Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L)
6. Hemoglobinuria
7. Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)
Malaria berat juga dilaporkan pada penderita malaria yang disebabkan Plasmodium lainnya. Penderita malaria berat sebaiknya ditangani di RS Kabupaten. Bila fasilitas maupun tenaga di RS Kabupaten kurang memadai segera rujuk kepada RS Provinsi. Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang diagnosis, riwayat penyakit, pemeriksaan dan tindakan /pengobatan yang sudah diberikan dengan menggunakan contoh formulir sebagaimana terlampir. Apabila pemeriksaan sediaan darah malaria telah dilakukan maka harus dibawa ke tempat rujukan. 
J. Prognosis
1.      Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan.3
2.      Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan meningkat sampai 50%.
3.      Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.3
§  Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
§  Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah 75%.
§  Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
-        Kepadatan parasit <100.000/µL, maka mortalitas <1%.
-        Kepadatan parasit >100.000/µL, maka mortalitas >1%.
-        Kepadatan parasit >500.000/µL, maka mortalitas >5%.






BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Malaria merupakan suatu penyakit yang bersifat akut maupun kronik, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium, yang ditandai dengan demam, anemia dan pembesaran limpa. Plasmodium sebagai penyebab malaria terdiri dari 4 spesies, yaitu P. falciparum, P. ovale, P. vivax, dan  P. malariae. Malaria juga melibatkan hospes perantara yaitu nyamuk anopheles betina. Daur hidup spesies malaria terdiri dari fase seksual dalam tubuh nyamuk anopheles betina dan fase aseksual dalam tubuh manusia. Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Pada malaria berat berkaitan dengan mekanisme transport membrane sel, penurunan deformabilitas, pembentukan knob, sitoadherensi, resetting, dan lain-lain. Manifestasi klinik dari penyakit malaria ditandai dengan gejala prodromal, trias malaria (menggigil-panas-berkeringat), anemia dan splenomegali. Diagnosis malaria ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gold standard adalah menemukan parasit malaria dalam pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Pengobatan untuk malaria falsiparum, lini pertama: DHP dan Primakuin, linikedua: kina+dosksisiklin/ tetrasiklin+primakuin. Pengobatan malaria vivak dan ovale, lini pertama: DHP dan Primakuin, jika resistensi klorokuin: kina+primakuin, jika relaps: naikkan dosis primakuin. Pengobatan malaria malariae diberikan klorokuin. Untuk profilaksis dapat digunakan doksisiklin dan klorokuin.
B. Saran
Perlunya dilakukan program pemberantasan malaria melalui kegiatan:
1. Menghindari atau mengurangi kontak atau gigitan nyamuk anopheles.
§  Membunuh nyamuk dewasa dengan menggunkan berbagai insektisida.
§  Membunuh jentik baik secara kimiawi (larvasida) maupun biologik (ikan, dan sebagainya).
§  Mengurangi tempat perindukan.
§  Mengobati penderita malaria.
§  Pemberian pengobata pencegahan.
2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien kepada pasien yang meliputi diagnosis secara dini dan pengobatan yang cepat dan tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
3. Menganjurkan kepada masyarakat yang akan bepergian ke daerah endemis malaria agar mengkonsumsi kemoprofilaksis malaria.
 Semoga tulisan ini banyak membantu dan bermanfaat,,,btk